Sa'ad bin Mu'adz berangkat ke Makkah,dalam kondisi perseteruan hebat antara kaum muslimin yang belum lama hijrah dengan orang Quraisy yang memendam dendam. Kedatangan Sa'ad bukan untuk apa apa. Ia hanya ingin melakukan umroh. Di Mekkah,Sa'ad,pembesar bagi orang-orang Yatsrib,singgah di rumah Umayyah. Bin Khalaf.juga termasuk pembesar kafir Quraisy.
"Temanilah aku sesaat untuk melakukan thawaf di ka'bah,"pinta sa'ad kepada Umayyah. Umayyah pun keluar bersama Sa'ad. Tak lama,mereka bertemu Abu Jahal.
"Wahai Abu Sofwan (Umayyah bin khalaf), siapakah orang yang bersama denganmu ini?"
"Ini adalah Sa'ad bin Mu'adz."
Abu Jahal tersentak kaget,serta merta ia menghardik Sa'ad "Aku lihat kamu aman berkeliaran di Makkah,sementara kalian telah melindungi orang yang telah berpindah agama (yakni Rasulullah saw) dan mengaku menolong dan membantu mereka (kaum muslimin). Demi Allah andai kamu tidak bersama Abu Sofwan, kamu tidak akan kembali kekeluargamu dengan selamat."
Mendengar ucapan Abu Jahal itu,Sa'ad lebih marah. Ia berkata dengan nada tinggi kepada Abu Jahal, "Demi Allah,seandainya kamu menghalangi aku melakukan hal ini,pasti aku akan menghalangi kamu lebih besar dari hal ini,yaitu jalan yang kamu lalui di Madinah."
Hari-hari itu,orang-orang Quraisy memang sangat marah. Meski sudah menyiksa orang yang hendak hijrah,tapi kaum muslimin bisa lolos dan tinggal di Madinah. Maka ancaman demi ancaman tarus mereka lancarkan. Itu bukan gertak sambal belaka. Terbukti,beberapa saat sesudah itu,orang-orang Quraisy mengirim surat kepada kaum muslimin. Bunyinya:"Janganlah kalian merasa bahwa kalian telah lolos dari menuju Yatsrib. Kami akan mendatangi kalian,akan menyerang kalian dan merampas istri-istri kalian ditengah tengah negeri kalian."
akibat ancaman itu Rasulullah sering berjaga malam. Atau,kalau tidak,maka Rasulullah dikawal oleh para Sahabat. Pengawalan itu tidak hanya beberapa malam saja,tapi secara terus menerus. Baru setelah turun Firman Allah yang Artinya,"Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia"(QS al-Maidah: 67),Rasulullah meminta para sahabat berhenti mengawalnya.
Namun. Bahaya itu tidak mengancam Rasulullah saja,tetapi juga mengancam seluruh kaum muslimin. Pernah suatu hari-seperti di ceritakan Ubay bin Ka'ab- ada anak panah yang nyasar ke tengah tengah kaum muslimin di madinah. Setelah itu tidaklah mereka tidur kecuali mereka membawa senjata.
Dalam suasana genting dan mengancam eksistensi tersebut,datanglah izin untuk berperang, dengan turunnya ayat 39 surat Al- Hajj,kaum muslim bersuka cita. Izin itu dalam keadaan "karena kaum muslimin dizalimi",bukan izin untuk ekspansi. Karenanya,sikap bijak yang di ambil adalah,bahwa kaum muslimin harus membentangkan kekuasaan mereka pada jalur perdaganan dari Makkah ke Syam. Sebab,disana lah urat nadi ekonomi orang-orang Quraisy.
Maka Rasulullah menempuh dua langkah. Pertama,mengadakan perjanjian persekutuan atau perjanjian untuk tidak melakukan permusuhan dengan labilah-kabilah yang berdekatan dengan jalur perdagangan itu. Perjanjian juga dilakukan dengan kabilah-kabilah yang tinggal diantara Madinah dan jalur tersebut. Perjanjian tersebut bahkan rempah ke kabilah Juhairiah,kira-kira perjalanan tiga hari dari Madinah.
Kedua,melakukan ekspedisi-ekspedisi militer secara bergantian kejalur tersebut. Kaum muslimin mengadakan patroli militer. Tujuannya,menyingkap jalan-jalan yang dapat mengantar ke Makkah,untuk menunjukan kepada orang-orang yahudi,orang-orang Badui serta orang Quraisy bahwa mereka sudah memiliki kekuatan dan terbebas dari kelemahan. Setidaknya tercatat,ada delapan ekspedisi yang dikirim oleh Rasulullah.
Meski tidak terjadi perang sampai peristiwa badar,namun penggalan sirah di atas bisa menjadi pelajaran. Ia kaya dengan umpan bagi proses aktualisasi perjuangan islam yang ingin bersandar kepada sirah. Maka, pelajaran pertamanya,bahwa bila kaum muslimin konsisten dengan keislamannya,tidak menghianati Allah,taat kepada Rasulnya,pasti Allah akan menjaganya. Penjagaan itu tidak saja bagi kaum muslimin,tapi juga bagi islam itu sendiri. Diizinkannya perang setelah bertahun-tahun kaum muslimin ditindas,adalah bukti betapa setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Inilah jaminan Allah itu. Sesungguhnya teori perjuangan harus bertumpu kepada "kemudahan pasti datang dari Allah bila para pejuang itu konsisten dengan niat suci menegakkan agama Allah". Tapi bila perjuangan telah berubah jadi alami kompetisi hawa nafsu,mengejar kedudukan,mencari popularitas,dan bahkan penuh dengan pelanggaran-pelanggaran moral,maka tak ada yang berani menjamin bahwa pertolongan dan jaminan Allah akan tiba. Justru sebaliknya,kegagalan dan kehinaan mengancam setiap saat.
Pelajaran kedua,bahwa dalam kondisi perjuangan islam terancam dari berbagai kalangan,sementara kekuatan terbatas,alangkah bijaknya bila para pejuang islam meminimalisir radius konflik dan pertarungannya. Perjanjian yang dilakukan oleh Rasulullah dengan kabilah-kabilah di jalur strategis adalah tindakan yang sarat dengan pelajaran aktual. Kini umat islam seharusnya bertindak demikian. Pusat-pusat kekuatan yang bisa disepakati agar tak ada konfliknya harus dirintis,apapun komunitas kekuatan itu,dan siapa pun orangnya. Kesepakatan itu hanya sebatas perjanjian untuk tidak saling penyerang,dan karenanya ia dibenarkan.
Kini,upaya umat islam menyongsong era baru indonesia masih penuh tantangan. Maka catatan-catatan sirah itu layak kita renungkan,untuk membantu menghalau duri-duri perjuangan.
"Temanilah aku sesaat untuk melakukan thawaf di ka'bah,"pinta sa'ad kepada Umayyah. Umayyah pun keluar bersama Sa'ad. Tak lama,mereka bertemu Abu Jahal.
"Wahai Abu Sofwan (Umayyah bin khalaf), siapakah orang yang bersama denganmu ini?"
"Ini adalah Sa'ad bin Mu'adz."
Abu Jahal tersentak kaget,serta merta ia menghardik Sa'ad "Aku lihat kamu aman berkeliaran di Makkah,sementara kalian telah melindungi orang yang telah berpindah agama (yakni Rasulullah saw) dan mengaku menolong dan membantu mereka (kaum muslimin). Demi Allah andai kamu tidak bersama Abu Sofwan, kamu tidak akan kembali kekeluargamu dengan selamat."
Mendengar ucapan Abu Jahal itu,Sa'ad lebih marah. Ia berkata dengan nada tinggi kepada Abu Jahal, "Demi Allah,seandainya kamu menghalangi aku melakukan hal ini,pasti aku akan menghalangi kamu lebih besar dari hal ini,yaitu jalan yang kamu lalui di Madinah."
Hari-hari itu,orang-orang Quraisy memang sangat marah. Meski sudah menyiksa orang yang hendak hijrah,tapi kaum muslimin bisa lolos dan tinggal di Madinah. Maka ancaman demi ancaman tarus mereka lancarkan. Itu bukan gertak sambal belaka. Terbukti,beberapa saat sesudah itu,orang-orang Quraisy mengirim surat kepada kaum muslimin. Bunyinya:"Janganlah kalian merasa bahwa kalian telah lolos dari menuju Yatsrib. Kami akan mendatangi kalian,akan menyerang kalian dan merampas istri-istri kalian ditengah tengah negeri kalian."
akibat ancaman itu Rasulullah sering berjaga malam. Atau,kalau tidak,maka Rasulullah dikawal oleh para Sahabat. Pengawalan itu tidak hanya beberapa malam saja,tapi secara terus menerus. Baru setelah turun Firman Allah yang Artinya,"Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia"(QS al-Maidah: 67),Rasulullah meminta para sahabat berhenti mengawalnya.
Namun. Bahaya itu tidak mengancam Rasulullah saja,tetapi juga mengancam seluruh kaum muslimin. Pernah suatu hari-seperti di ceritakan Ubay bin Ka'ab- ada anak panah yang nyasar ke tengah tengah kaum muslimin di madinah. Setelah itu tidaklah mereka tidur kecuali mereka membawa senjata.
Dalam suasana genting dan mengancam eksistensi tersebut,datanglah izin untuk berperang, dengan turunnya ayat 39 surat Al- Hajj,kaum muslim bersuka cita. Izin itu dalam keadaan "karena kaum muslimin dizalimi",bukan izin untuk ekspansi. Karenanya,sikap bijak yang di ambil adalah,bahwa kaum muslimin harus membentangkan kekuasaan mereka pada jalur perdaganan dari Makkah ke Syam. Sebab,disana lah urat nadi ekonomi orang-orang Quraisy.
Maka Rasulullah menempuh dua langkah. Pertama,mengadakan perjanjian persekutuan atau perjanjian untuk tidak melakukan permusuhan dengan labilah-kabilah yang berdekatan dengan jalur perdagangan itu. Perjanjian juga dilakukan dengan kabilah-kabilah yang tinggal diantara Madinah dan jalur tersebut. Perjanjian tersebut bahkan rempah ke kabilah Juhairiah,kira-kira perjalanan tiga hari dari Madinah.
Kedua,melakukan ekspedisi-ekspedisi militer secara bergantian kejalur tersebut. Kaum muslimin mengadakan patroli militer. Tujuannya,menyingkap jalan-jalan yang dapat mengantar ke Makkah,untuk menunjukan kepada orang-orang yahudi,orang-orang Badui serta orang Quraisy bahwa mereka sudah memiliki kekuatan dan terbebas dari kelemahan. Setidaknya tercatat,ada delapan ekspedisi yang dikirim oleh Rasulullah.
Meski tidak terjadi perang sampai peristiwa badar,namun penggalan sirah di atas bisa menjadi pelajaran. Ia kaya dengan umpan bagi proses aktualisasi perjuangan islam yang ingin bersandar kepada sirah. Maka, pelajaran pertamanya,bahwa bila kaum muslimin konsisten dengan keislamannya,tidak menghianati Allah,taat kepada Rasulnya,pasti Allah akan menjaganya. Penjagaan itu tidak saja bagi kaum muslimin,tapi juga bagi islam itu sendiri. Diizinkannya perang setelah bertahun-tahun kaum muslimin ditindas,adalah bukti betapa setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Inilah jaminan Allah itu. Sesungguhnya teori perjuangan harus bertumpu kepada "kemudahan pasti datang dari Allah bila para pejuang itu konsisten dengan niat suci menegakkan agama Allah". Tapi bila perjuangan telah berubah jadi alami kompetisi hawa nafsu,mengejar kedudukan,mencari popularitas,dan bahkan penuh dengan pelanggaran-pelanggaran moral,maka tak ada yang berani menjamin bahwa pertolongan dan jaminan Allah akan tiba. Justru sebaliknya,kegagalan dan kehinaan mengancam setiap saat.
Pelajaran kedua,bahwa dalam kondisi perjuangan islam terancam dari berbagai kalangan,sementara kekuatan terbatas,alangkah bijaknya bila para pejuang islam meminimalisir radius konflik dan pertarungannya. Perjanjian yang dilakukan oleh Rasulullah dengan kabilah-kabilah di jalur strategis adalah tindakan yang sarat dengan pelajaran aktual. Kini umat islam seharusnya bertindak demikian. Pusat-pusat kekuatan yang bisa disepakati agar tak ada konfliknya harus dirintis,apapun komunitas kekuatan itu,dan siapa pun orangnya. Kesepakatan itu hanya sebatas perjanjian untuk tidak saling penyerang,dan karenanya ia dibenarkan.
Kini,upaya umat islam menyongsong era baru indonesia masih penuh tantangan. Maka catatan-catatan sirah itu layak kita renungkan,untuk membantu menghalau duri-duri perjuangan.